Minggu
ini semua guru yang sekolahnya sudah menerapkan E Raport dalam mengolah nilai
dibuat sibuk. Sosialisasi yang begitu singkat membuat pemahaman terhadap
aplikasi ini menjadi kurang matang.
Bagaimana
tidak singkat, hari Jumat kemarin saya dan rekan saya harus ikut sosialisasi di
tingkat kabupaten. Padahal saya sudah menolak dengan alasan hamil dan merasa IT
saya kurang. Tapi alasan tersebut tidak diterima oleh atasan. Pyuh...
Nah hari Sabtunya harus mensosialisasikan ke guru-guru di tingkat rayon. Bahkan di sekolah saya sendiri belum sempat sosialisasi.
Nah hari Sabtunya harus mensosialisasikan ke guru-guru di tingkat rayon. Bahkan di sekolah saya sendiri belum sempat sosialisasi.
Dikarenakan waktu yang mepet, Alhamdulillah rekan -
rekan di sekolah saya adalah guru pembelajar yang tidak menunggu. Mereka
langsung buka aplikasinya, mencoba, bertanya secara personal jika mengalami
kebingungan. Saya menyarankan agar nilai yg nanti akan di upload adalah
nilai yang sudah fix. Disitulah guru melihat nilai peserta didiknya satu
persatu. Bahkan sebagian dari guru rela lembur sampai malam dalam mengolah
nilai ini. Mereka sampai lupa mandi sore dan makan malam karena berebut
jaringan internet di sekolah. Ada juga yang memakai helm dan sarung tangan
karena mengalami gangguan radiasi pada jaringan internet.
Beberapa guru bahkan rela meninggalkan anak
balitanya di rumah. Salut dech sama bapak ibu guru Sperro. Saya sendiri sampai
bawa anak ke sekolah karena yang momong di rumah tidak ada. Pada akhirnya guru terpaksa menyerah. Guru
memberikan nilai kadeudeuh alias nilai kasih sayang kepada siswanya yang belum
mencapai KKM supaya ke depannya tidak repot. Jadi guru meminta siswa untuk remidi
berkali kali juga dalam rangka kadeudeuh.
Secara hakiki, nilai bukanlah sebuah angka yang
tercantum pada buku raport. Namun, bagaimana nilai tersebut merepresentasikan
kompetensi siswa yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap spiritual dan
sikap sosialnya. Semoga guru-guru bisa
melakukan penilaian secara obyektif, otentik dan tidak menggadaikan kejujuran
akademiknya.
Saya sendiri bahkan baru kemarin setelah anak masuk semester dua mengambil raportnya. Bagi saya dan suami nilai di raport tidak menjadi prioritas utama. Kami justru lebih menanyakan bagaimana akhlak anak kami di sekolah, ibadahnya, sikapnya dengan teman-temannya. Anak-anak pun tidak begitu antusias untuk melihat raport. Cuma sekilas memandang. Padahal saya yakin ustadz ustadzah yang mengerjakan raport sampai lembur. Kami selalu berusaha untuk membangun komunikasi dengan wali kelas anak-anak. Untuk masalah akademis Alhamdulillah tidak masalah. Titik tekan karakter anak semester ini adalah kemampuan kerjasama dan disiplin. Itu justru PR berat buat kami untuk belajar lebih serius menjadi orang tua yang mampu melatih kerjasama dan disiplin anak di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar