Percepatan Pemberantasan Korupsi
Super Mom Journey
Mei 29, 2018
0 Comments
Selama kurang
lebih 72 tahun kemerdekaan Indonesia menunjukkan fakta yang terjadi sekarang
seperti rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional dan kualitas SDM, tingginya
angka pengangguran dan kurangnya akses kepada layanan publik. Negeri kita
sebenarnya kaya tapi rakyatnya miskin dan sibuk berhutang. Negeri kita
sebenarnya subur tapi rakyatnya kurang gizi dan busung lapar. Negara kita
terlalu sibuk mengimpor dan tidak berdaya untuk sekadar melawan flu burung.
Mengapa semua itu bisa terjadi? Kemana potensi kekayaan tersebut mengalir?
Sebagian besar
masyarakat kita mengatakan jawabannya karena korupsi. Ya, korupsi sudah sedemikian kuat membelenggu negara kita.
Mulai dari istana sampai ke kantor kelurahan,
sejak bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, sejak lahir sampai
meninggal korupsi menjadi benalu. Bahkan merambah dari tempat ibadah sampai ke
toilet. Astaghfirullah hal’adzim.
Korupsi adalah
kejahatan yang tidak lagi dipandang sebagai kejahatan konvensional, melainkan
sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary
crime). Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (pasal 2 ayat 1), pengertian korupsi dari
kaidah hukum adalah setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri
sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara.
Korupsi
kebanyakan dipicu oleh dorongan finansial dan bahkan rayuan dari para anggota
keluarga atau sanak saudara. Jika imannya lemah maka dorongan itu akan
mengubahnya menjadi seorang koruptor. Selain dorongan juga karena adanya
kesempatan dan sistem kerja yang tidak mendukung. Misalnya karena top level manajemen bersikap semena-mena,
pemisahan kewenangan yang tidak tegas, kurangnya kontrol akan otorisasi dan
persetujuan, perilaku pegawai, kontrol dan catatan untuk aset yang kurang baik
serta tidak adanya transparansi.
Selain itu
juga karena alasan rasionalisasi atau pembenaran. Banyak sekali orang melakukan
korupsi dengan alasan pembenaran, diantaranya gajinya rendah, orang lain juga
melakukannya, kita hanya manusia biasa, seolah-olah tidak ada orang yang
dirugikan, keputusan sadar yang diambil dan menempatkan kepentingan diri
sendiri di atas kepentingan umum.
Di Indonesia,
korupsi dilakukan secara besar-besaran, bersama-sama dengan banyak orang
sekaligus tanpa risi dan tanpa malu. Apalagi korupsi waktu yang dilakukan para
pegawai di lingkungan pemerintahan maupun di sekolah-sekolah. Dampaknya antara
lain rendahnya kualitas pelayanan publik, rendahnya kualitas sarana dan
prasarana yang dibangun pemerintah, makin meningkatnya beban masyarakat akibat
adanya ketidakefisienan dan ketidakefektifan pengelolaan badan usaha yang
mengelola kebutuhan publik serta meningkatnya kemiskinan dan kesengsaraan
rakyat.
Pemberantasan
korupsi sampai saat ini belum menuai hasil yang memuaskan. Lalu bagaimana
strategi dan program pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien yang bisa
dilakukan untuk menghentikan korupsi?
Ada 2 strategi yang bisa
dilakukan yaitu:
1.
3P
3 P merupakan singkatan dari Pencegahan,
Penindakan dan Peran Serta Masyarakat. Artinya, pemberantasan korupsi merupakan
serangkaian tindakan mencegah dan menanggulangi korupsi yang dilakukan secara
terkoordinatif yang melibatkan seluruh komponen masyarakat berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku (Maheka, 2005).
Pencegahan meliputi perubahan ekonomi (merencanakan kebijakan-kebijakan
ekonomi untuk pemerintahan yang lebih efisien), perubahan administrasi
(inventarisasi program checks and
balances dan pembentukan birokrasi yang kompeten), perbaikan pelayanan
masyarakat, perbaikan anggaran dan manajemen keuangan serta perbaikan pajak dan
administrasi bea cukai.
Sedangkan tahap Pelaksanaan meliputi memasukkan ikrar anti suap pada
semua dokumen-dokumen penawaran, mendorong lembaga hukum untuk menyelesaikan
perselisihan dan mediasi, reformasi hukum dan perundang-undangan ( Peraturan tentang
percepatan pemberantasan korupsi)
Terakhir Peran Serta Masyarakat meliputi mempertinggi kewaspadaan dan
kerjasama identifikasi masalah korupsi, menghimpun dan menyebarkan data serta
informasi, aksi bersama melalui lembaga-lembaga dengan melibatkan wartawan,
LSM, kepemimpinan politik, masyarakat pengusaha, lembaga keuangan dan
lembaga-lembaga masyarakat.
2.
C = M + D – A
Formulasi di atas singkatan dari Korupsi (C) sama dengan monopoli
kekuasaan (M) ditambah wewenang pejabat
(D) minus akuntabilitas (A). Artinya, korupsi dapat berkurang jika ada
pemisahan kekuasaan, control dan perimbangan, keterbukaan, system peradilan
yang baik, peran serta masyarakat, tanggung jawab dan ketaatan terhadap
peraturan (Klitgaard, 2002).
Korupsi sulit berkembang dalam budaya demokrasi, persaingan, mekanisme kontrol dan jaminan hak untuk mendapatkan informasi maupun pengaduan. Sebaliknya korupsi akan berkembang bila banyak peraturan yang tumpang tindih, rumit, besarnya wewenang pejabat dan tidak terkontrol. Hal tersebut tidak hanya berlaku pada sektor pemerintah tetapi juga swasta.
Sedangkan program pemberantasan
korupsi harus dimulai dari pimpinan tertinggi, yang disusul oleh para pejabat
tinggi lainnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu lembaga
yang dibentuk dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi harus berani
menindak para pejabat tinggi. KPK juga dituntut untuk memenuhi harapan
masyarakat melalui upaya penindakan yang keras dan tegas terhadap para koruptor
secara efektif, efisien dan tetap menghormati due process of law.
Upaya
memberantas korupsi tentu membawa dampak yang signifikan. Sudah banyak anggota DPR,
pengusaha dan pejabat pemerintah yang ditetapkan menjadi tersangka korupsi. Figur-figur
kuat seperti bupati, gubernur, menteri dan komisaris BUMN/ BUMD baik yang aktif
maupun sudah tidak aktif, mulai memberi “perhatian” khusus terhadap upaya
pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian.
KPK
harus menyadari bahwa sejarah membuktikan kegagalan pemberantasan korupsi yang
telah dilakukan Indonesia sejak tahun 50-an disebabkan terlalu mengutamakan
cara-cara represif dan melupakan pentingnya upaya pencegahan. KPK perlu
melakukan langkah pencegahan berupa pencegahan dengan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN), pencegahan gratifikasi, kampanye percepatan
pemberantasan korupsi, pendidikan percepatan pemberantasan korupsi, seminar dan
sosialisasi tentang antikorupsi untuk sektor pemerintah dan swasta.
Ternyata
banyak PR yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi. Kita tidak boleh
pesimis terhadap strategi dan program-program yang telah dicanangkan oleh
pemerintah. Karena kita sebagai anggota masyarakat juga memiliki peran yang
signifikan dalam pengawasannya.
Untuk
memberantas korupsi memang diperlukan agenda dan prioritas yang jelas dengan
memberikan sanksi kepada pelakunya (law
enforcement). Di samping itu perlu dilakukan kampanye kepada masyarakat
agar korupsi dipandang sebagai penyakit sosial, tindakan kriminal yang
merupakan musuh publik. Bahkan ada wacana hukuman mati bagi pelakunya.
Pers
sebagai alat kontrol sosial harus diberi kebebasan yang bertanggung jawab dalam
mengungkap dan memberitakan tindak korupsi. Pengembangan budaya malu harus
disertai dengan upaya menumbuhkan budaya bersalah individu dalam dirinya.
Upaya
percepatan pemberantasan korupsi juga sebaiknya dijauhkan dari campur tangan
politik. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik kepentingan dan intervensi
kekuasaan terhadap proses hukum. Reformasi birokrasi akan dapat menjadi syarat
pemberantasan korupsi, bila terwujud badan peradilan dan sistem peradilan yang
independen, didukung dengan keterbukaan dan sistem pengawasan yang efektif.
Tugas
pemerintah dan DPR untuk segera membenahi perangkat undang-undang terkait
pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ke depan KPK juga harus melaksanakan
tugas dan wewenangnya dalam mengakomodasi kepentingan penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan secara lebih luas dan menyeluruh dan sekaligus menutup peluang
munculnya permohonan uji materi.
Perang melawan
korupsi adalah proses jangka panjang yang memerlukan keberanian, kebersamaan,
langkah-langkah dan jiwa yang besar serta ketulusan nyaris tanpa batas. Yang lebih
penting lagi untuk kita renungi bersama adalah selama kita masih korupsi waktu
ketika masuk kerja atau pulang kerja maka kita termasuk orang yang andil
memperlambat upaya pemberantasan korupsi.
Kita mungkin tidak bisa korupsi uang
yang besar atas proyek-proyek tapi kita tidak sadar melakukan korupsi waktu
yang kelihatannya sepele tapi kita lakukan setiap hari. Mari kita mulai
memberantas korupsi dari hal terkecil yang bisa kita lakukan. Disiplin masuk
kerja dan tidak mangkir kerja merupakan usaha terkecil yang bisa kita lakukan. Kemudian
dilanjutkan menuju hal-hal besar yang bisa kita upayakan sebagai bagian dari
masyarakat anti korupsi.
Referensi:
Klitgaard R dkk. 2002. Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam
Pemerintahan Daerah (Terjemahan Marsi Maris). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
dan Partnership for Governance Reform in Indonesia.
Maheka. 2005. Mengenali dan
Memberantas Korupsi. Jakarta : KPK
Tim Widyaiswara. Percepatan Pemberantasan Korupsi. Semarang: Badan
Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah