Follow Us @soratemplates

Sabtu, 16 Desember 2017

DENGAN PENERAPAN MIOnKloK IBU MAMPU MENCETAK GENERASI PENENTU PERADABAN DI ERA DIGITAL



 Ibu       : “Nak, dari tadi kamu kok facebook-an terus, belajarnya kapan?”
Anak    : “Lah ibu sendiri sibuk terus… nemenin aku belajar kapan?”
Ibu       : “Ibu kan sibuk bersih – bersih rumah sekaligus kerja untuk biaya sekolahmu”
Anak    : “Aku main facebook dan twitter juga mencari teman yang bisa ngertiin aku.”
Sepenggal dialog tadi mungkin kelihatannya sederhana, tetapi kalau seorang ibu tidak menyikapi dengan cermat dan bijaksana maka akan berefek panjang yang penanganannya semakin sulit karena peran kita sebagai ibu sudah digantikan oleh peran gadget-gadget 1) baru yang semakin canggih, yang bahkan kita sendiri sebagai ibu tidak mampu menggunakannya. Ironis memang, tapi ini benar – benar terjadi pada anak – anak kita khususnya di wilayah Wonosobo. Parahnya lagi bagi pasangan yang kurang harmonis atau terkendala dalam sisi ekonomi, seorang ibu dengan terpaksa harus pergi mencari nafkah menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri dengan meninggalkan anak agar diasuh oleh neneknya atau saudaranya yang lain. Inilah yang menjadikan Wonosobo memiliki jumlah TKW yang cukup besar dibanding dengan Kabupaten lain. Nah, secara otomatis anak – anak yang ditinggal ibunya tentu akan mencari pelampiasan. Beruntung mereka lari ke gadget, coba kalau sampai ke arah pergaulan bebas, narkoba , minuman keras dan kenakalan- kenakalan remaja yang lain, tentu pengobatannya akan lebih serius dan komplek. Walaupun demikian, bermula dari kecanduan gadget tidak menutup kemungkinan jika kita tidak memberikan kontrol yang positif akan lari ke arah sana. Dampaknya, kita sebagai ibu pasti akan merasa menyesal karena gagal dalam mencetak generasi berperadaban di era digital dan platinum ini.

Bagi ibu – ibu yang masih tinggal serumah dengan anak – anak tercinta yang “gila gadget”, tidak harus kita larang dengan membabi buta. Karena anak kita hidup di era digital yang jauh dari kehidupan kecil kita di masa lampau. Sehingga pola asuhnya pun tentu berbeda. Kalau kita larang anak–anak kita menyentuh HP, laptop, dan internet, mereka akan melakukannya dengan sembunyi – sembunyi di belakang kita dan kita akan lost control (kehilangan kontrol) terhadap anak kita. Padahal banyak sisi positif yang kita dapatkan dari gadget-gadget tersebut, jika seorang ibu paham dan mau memberikan pengarahan kepada anaknya. Di era modern seperti ini, sungguh sangat sulit bagi seorang ibu pekerja untuk menyediakan waktu bagi putra-putri nya karena sibuk bekerja dan juga menyiapkan kebutuhan sehari –hari. Nah bagaimana cara menyikapi minimnya intensitas bertemu antara ibu pekerja dengan anak agar keterikatan batin antara ibu dengan anak serta anggota keluarga yang lain dalam mencetak generasi berperadaban bisa berhasil:
Pertama, Jangan “gila kerja” ( worker holic). Seorang ibu yang bekerja di luar rumah  kadang terlalu asyik bekerja (worker holic), sehingga sudah bekerja di kantor sampai sorepun, di rumah masih juga membawa sisa pekerjaan untuk dilanjutkan. Sebagai seorang ibu pekerja, saya berusaha untuk tampil prima walaupun dalam kondisi capek. Ketika anak saya sedang main game online, saya bertanya sudah berapa lama dia bermain, game yang dimainkan mengandung kekerasan atau pornografi tidak, sehingga saya bisa memberi penjelasan yang mendidik dan melakukan pembatasan jika sudah keluar dari aturan yang disepakati bersama.
Kedua, Minim Intensitas Optimalkan Kualitas Pola Komunikasi (MIOnKloK). Dengan intensitas bertemu yang minim, saya optimalkan pola kualitas komunikasi dengan menemani anak tanpa sibuk dengan  HP, laptop atau baca buku dan koran. Tetapi saya ikut membersamai anak dan terlibat dengan aktivitas yang anak lakukan. Misalnya ketika anak belajar, maka saya membersamainya, menanyakan materi pelajarannya, ada tugas-tugas dari sekolah tidak, ada kesulitan tidak, ada cerita apa di sekolah. Disitulah kran komunikasi terbuka. Jika ini tidak dibiasakan, maka anak akan memilih update status di facebook dan twitter untuk curhat karena mereka haus dengan comment (komentar) dari teman-temannya serta menunggu berapa jumlah teman yang ngasih “jempol” atau nge-like. Anak – anak akan bangga jika yang memberikan komentar dan jempol  semakin banyak. Oleh karena, itu sebaiknya ibu adalah orang pertama yang memberikan jempol agar anak merasa di apresiasi.
Selain itu, Ajak anak Jalan –Jalan Santai (JeJeeS). Dengan aktivitas ibu dan anak yang padat, perlu diadakan penyegaran. Diskusikan dan libatkan anak dalam penentuan lokasi kegiatan di luar. Tidak harus di tempat – tempat yang jauh dan mahal, tapi di tempat yang memberikan kenyamanan bagi semua anggota keluarga. Bagi kami, kesepakatan tempat yang nyaman, adalah di Alun-alun Wonosobo setiap hari Minggu satu kali dalam setiap bulannya. Ketika sudah jalan – jalan anak pasti akan menyukai photo bersama. Tentu kita sebagai ibu akan lebih bangga ketika anak kita meng-upload photo2) kita bersamanya. Karena biasanya anak lebih suka meng-up load photo dirinya bersama teman-teman mereka.
Hal penting lainnya, Keluarga sebaiknya mempunyai kegiatan wajib “Senja Keluarga” dimana ibu berperan sebagai motivator bagi semua anggota keluarga. Kegiatan Senja Keluarga adalah kegiatan dimana semua anggota keluarga berkumpul melakukan aktivitas bersama dari pukul 18.00 – 20.00. Kegiatan di keluarga saya dimulai dari persiapan wudhu, dilanjutkan shalat maghrib berjama’ah dan doa bersama. Setelah itu mengajari anak mengaji .Ketika shalat Isya’ tiba, dilanjutkan shalat berjama’ah kembali. Kemudian makan malam bersama. Setelah itu, anak – anak mengambil tasnya dan belajar bersama. Karena suami saya kadang –kadang harus  kerja di luar kota beberapa hari, minimal saya sebagai ibu harus stand by menemani anak untuk belajar atau sekedar berdiskusi. Tempat berkumpul yang paling nyaman juga harus disepakati, bisa di ruang tengah, ruang sholat atau ruang – ruang tertentu yang disediakan keluarga. Dengan kegiatan wajib “Senja Keluarga” setidaknya kita mengisi waktu sekitar 2 jam dengan pembiasaan yang positif, sehingga jatah mereka bermain gadget bisa kita kurangi.
Disamping itu, ibu perlu mengajarkan anak cinta buku. Bagi keluarga kami, hadiah buku merupakan sesuatu yang sangat berharga. Biasanya setiap ada yang ulang tahun, atau ada yang berprestasi maka hadiahnya adalah buku. Bagi anak remaja, biasanya lebih menyukai novel dibanding dengan buku – buku motivasi atau buku – buku ilmiah, jangan langsung dimarahi, kita ikut baca dulu sekilas , walaupun hanya beberapa lembar untuk mengetahui isi cerita. Sehingga kita bisa menanyakan bagian mana dari isi  novel yang disukai dan juga kita bisa memberikan alternatif novel-novel  inspiratif yang lebih menarik untuk mereka baca. Dari proses awal inilah, nantinya ketika anak kenal internet, maka yang akan dia down load 3) minimal adalah artikel yang “bergizi” atau berita. Sehingga mereka mempunyai wawasan yang global.
Terakhir dan tidak kalah pentingnya adalah Keteladanan Ibu.  Keteladanan kita sebagai ibu dalam menggunakan gadget juga akan dicontoh oleh anak – anak kita. Bagi seorang ibu, berikan contoh cara menggunakan HP yang baik, menelpon dan menerima telepon yang baik. Jika belum bisa menggunakan HP jangan sungkan untuk belajar atau bertanya kepada yang lebih tahu. Ini dalam rangka agar kita bisa mengontrol isi HP dari anak-anak kita. Jika membuka internet, bukalah artikel-artikel yang berbobot. Dengan keteladanan, InsyaAllah anak kita akan mencontoh tanpa kita harus memerintahnya.
Mari menjadi ibu yang bisa menjadi salah satu batu bata dalam mencetak bangunan peradapan di negeri ini. Jadikan anak –anak kita sebagai  generasi penerus bangsa selanjutnya. Untuk itulah seorang ibu  harus segera mengampil peran. Jangan hanya pasrah terhadap perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang semakin cepat berkembang. Dengan kerjasama yang harmonis antara ayah dan ibu, maka anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang matang. Meski meluangkan waktu kadang terasa sulit. Jangan menyerah, dengan MIOnKloK kita bisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar