Ibu : “Nak, dari tadi kamu kok facebook-an
terus, belajarnya kapan?”
Anak : “Lah ibu sendiri sibuk terus… nemenin aku
belajar kapan?”
Ibu : “Ibu kan sibuk bersih – bersih rumah
sekaligus kerja untuk biaya sekolahmu”
Anak : “Aku main facebook dan twitter juga
mencari teman yang bisa ngertiin aku.”
Sepenggal dialog tadi mungkin kelihatannya sederhana, tetapi kalau
seorang ibu tidak menyikapi dengan cermat dan bijaksana maka akan berefek
panjang yang penanganannya semakin sulit karena peran kita sebagai ibu sudah
digantikan oleh peran gadget-gadget 1) baru yang semakin canggih, yang bahkan
kita sendiri sebagai ibu tidak mampu menggunakannya. Ironis memang, tapi ini
benar – benar terjadi pada anak – anak kita khususnya di wilayah Wonosobo.
Parahnya lagi bagi pasangan yang kurang harmonis atau terkendala dalam sisi
ekonomi, seorang ibu dengan terpaksa harus pergi mencari nafkah menjadi Tenaga
Kerja Wanita (TKW) di luar negeri dengan meninggalkan anak agar diasuh oleh neneknya
atau saudaranya yang lain. Inilah yang menjadikan Wonosobo memiliki jumlah TKW
yang cukup besar dibanding dengan Kabupaten lain. Nah, secara otomatis anak –
anak yang ditinggal ibunya tentu akan mencari pelampiasan. Beruntung mereka
lari ke gadget, coba kalau sampai ke arah pergaulan bebas, narkoba , minuman
keras dan kenakalan- kenakalan remaja yang lain, tentu pengobatannya akan lebih
serius dan komplek. Walaupun demikian, bermula dari kecanduan gadget tidak
menutup kemungkinan jika kita tidak memberikan kontrol yang positif akan lari
ke arah sana. Dampaknya, kita sebagai ibu pasti akan merasa menyesal karena
gagal dalam mencetak generasi berperadaban di era digital dan platinum ini.
Bagi ibu – ibu yang masih tinggal serumah dengan anak – anak tercinta
yang “gila gadget”, tidak harus kita larang dengan membabi buta. Karena anak
kita hidup di era digital yang jauh dari kehidupan kecil kita di masa lampau.
Sehingga pola asuhnya pun tentu berbeda. Kalau kita larang anak–anak kita
menyentuh HP, laptop, dan internet, mereka akan melakukannya dengan sembunyi –
sembunyi di belakang kita dan kita akan lost
control (kehilangan kontrol) terhadap anak kita. Padahal banyak sisi
positif yang kita dapatkan dari gadget-gadget tersebut, jika seorang ibu paham
dan mau memberikan pengarahan kepada anaknya. Di era modern seperti ini,
sungguh sangat sulit bagi seorang ibu pekerja untuk menyediakan waktu bagi
putra-putri nya karena sibuk bekerja dan juga menyiapkan kebutuhan sehari
–hari. Nah bagaimana cara menyikapi minimnya intensitas bertemu antara ibu
pekerja dengan anak agar keterikatan batin antara ibu dengan anak serta anggota
keluarga yang lain dalam mencetak generasi berperadaban bisa berhasil:
Pertama, Jangan “gila kerja” ( worker
holic). Seorang ibu yang bekerja di
luar rumah kadang terlalu asyik bekerja
(worker holic), sehingga sudah
bekerja di kantor sampai sorepun, di rumah masih juga membawa sisa pekerjaan
untuk dilanjutkan. Sebagai seorang ibu pekerja, saya berusaha untuk tampil
prima walaupun dalam kondisi capek. Ketika anak saya sedang main game online,
saya bertanya sudah berapa lama dia bermain, game yang dimainkan mengandung
kekerasan atau pornografi tidak, sehingga saya bisa memberi penjelasan yang
mendidik dan melakukan pembatasan jika sudah keluar dari aturan yang disepakati
bersama.
Kedua, Minim Intensitas Optimalkan Kualitas Pola Komunikasi (MIOnKloK).
Dengan intensitas bertemu yang minim, saya optimalkan pola kualitas komunikasi
dengan menemani anak tanpa sibuk dengan
HP, laptop atau baca buku dan koran. Tetapi saya ikut membersamai anak
dan terlibat dengan aktivitas yang anak lakukan. Misalnya ketika anak belajar,
maka saya membersamainya, menanyakan materi pelajarannya, ada tugas-tugas dari
sekolah tidak, ada kesulitan tidak, ada cerita apa di sekolah. Disitulah kran
komunikasi terbuka. Jika ini tidak dibiasakan, maka anak akan memilih update
status di facebook dan twitter untuk curhat karena mereka haus dengan comment
(komentar) dari teman-temannya serta menunggu berapa jumlah teman yang ngasih
“jempol” atau nge-like. Anak – anak akan bangga jika yang memberikan komentar
dan jempol semakin banyak. Oleh karena,
itu sebaiknya ibu adalah orang pertama yang memberikan jempol agar anak merasa
di apresiasi.
Selain itu, Ajak anak Jalan –Jalan Santai (JeJeeS). Dengan aktivitas ibu
dan anak yang padat, perlu diadakan penyegaran. Diskusikan dan libatkan anak
dalam penentuan lokasi kegiatan di luar. Tidak harus di tempat – tempat yang
jauh dan mahal, tapi di tempat yang memberikan kenyamanan bagi semua anggota
keluarga. Bagi kami, kesepakatan tempat yang nyaman, adalah di Alun-alun
Wonosobo setiap hari Minggu satu kali dalam setiap bulannya. Ketika sudah jalan
– jalan anak pasti akan menyukai photo bersama. Tentu kita sebagai ibu akan
lebih bangga ketika anak kita meng-upload photo2) kita bersamanya. Karena
biasanya anak lebih suka meng-up load photo dirinya bersama teman-teman mereka.
Hal penting lainnya, Keluarga sebaiknya mempunyai kegiatan wajib “Senja
Keluarga” dimana ibu berperan sebagai motivator bagi semua anggota keluarga.
Kegiatan Senja Keluarga adalah kegiatan dimana semua anggota keluarga berkumpul
melakukan aktivitas bersama dari pukul 18.00 – 20.00. Kegiatan di keluarga saya
dimulai dari persiapan wudhu, dilanjutkan shalat maghrib berjama’ah dan doa
bersama. Setelah itu mengajari anak mengaji .Ketika shalat Isya’ tiba,
dilanjutkan shalat berjama’ah kembali. Kemudian makan malam bersama. Setelah
itu, anak – anak mengambil tasnya dan belajar bersama. Karena suami saya kadang
–kadang harus kerja di luar kota
beberapa hari, minimal saya sebagai ibu harus stand by menemani anak untuk
belajar atau sekedar berdiskusi. Tempat berkumpul yang paling nyaman juga harus
disepakati, bisa di ruang tengah, ruang sholat atau ruang – ruang tertentu yang
disediakan keluarga. Dengan kegiatan wajib “Senja Keluarga” setidaknya kita
mengisi waktu sekitar 2 jam dengan pembiasaan yang positif, sehingga jatah
mereka bermain gadget bisa kita kurangi.
Disamping itu, ibu perlu mengajarkan anak cinta buku. Bagi keluarga kami,
hadiah buku merupakan sesuatu yang sangat berharga. Biasanya setiap ada yang
ulang tahun, atau ada yang berprestasi maka hadiahnya adalah buku. Bagi anak
remaja, biasanya lebih menyukai novel dibanding dengan buku – buku motivasi
atau buku – buku ilmiah, jangan langsung dimarahi, kita ikut baca dulu sekilas
, walaupun hanya beberapa lembar untuk mengetahui isi cerita. Sehingga kita
bisa menanyakan bagian mana dari isi
novel yang disukai dan juga kita bisa memberikan alternatif
novel-novel inspiratif yang lebih
menarik untuk mereka baca. Dari proses awal inilah, nantinya ketika anak kenal
internet, maka yang akan dia down load 3) minimal adalah artikel yang “bergizi”
atau berita. Sehingga mereka mempunyai wawasan yang global.
Terakhir dan tidak kalah pentingnya adalah Keteladanan Ibu. Keteladanan kita sebagai ibu dalam
menggunakan gadget juga akan dicontoh oleh anak – anak kita. Bagi seorang ibu,
berikan contoh cara menggunakan HP yang baik, menelpon dan menerima telepon
yang baik. Jika belum bisa menggunakan HP jangan sungkan untuk belajar atau
bertanya kepada yang lebih tahu. Ini dalam rangka agar kita bisa mengontrol isi
HP dari anak-anak kita. Jika membuka internet, bukalah artikel-artikel yang
berbobot. Dengan keteladanan, InsyaAllah anak kita akan mencontoh tanpa kita
harus memerintahnya.
Mari menjadi ibu yang bisa menjadi salah satu batu bata dalam mencetak
bangunan peradapan di negeri ini. Jadikan anak –anak kita sebagai generasi penerus bangsa selanjutnya. Untuk
itulah seorang ibu harus segera
mengampil peran. Jangan hanya pasrah terhadap perkembangan Teknologi Informasi
(TI) yang semakin cepat berkembang. Dengan kerjasama yang harmonis antara ayah
dan ibu, maka anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang matang. Meski
meluangkan waktu kadang terasa sulit. Jangan menyerah, dengan MIOnKloK kita
bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar